Senin, 22 April 2019

Gubuk Pintar Yang Ditinggalkan





Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) Nanggulan 2 pernah dinobatkan sebagai PLIK terbaik se-Indonesia. Pengunjungnya selalu ramai. Kegiatan pelatihan dan pemberdayaan rutin diadakan. Namun perlahan-lahan tempat itu mulai ditinggalkan


Rumah itu terletak persis di sebelah persimpangan jalan bernama Simpang Watu Kodok. “Dulu pernah ada batu yang bentuknya seperti kodok di sana,” begitulah keterangan seorang pemilik warung makan yang berjualan tak jauh dari sana. Saat itu pukul sepuluh pagi. Tak banyak kendaraan yang melintas di Simpang Watu Kodok. Sepi.
Plang penunjuk arah PLIK yang berada di pinggir jalan

Di depan rumah itu, seorang perempuan tampak sedang menyapu halaman. Sementara itu seorang lelaki berbadan tambun tampak keluar dari rumah. Wajahnya tersenyum ramah saat menyambut tamunya yang datang pagi itu. Setelah itu, dia membuka pintu besar sebuah ruangan yang terletak di samping pintu rumahnya. Ruangan ini adalah ruang tamu. “Dulu di sini ruang edukasinya,” kata lelaki berbadan tambun itu sambil menunjukkan ruangan itu kepada tamunya.

Lelaki berbadan tambun itu bernama Sutrisno Hadi. Dia menempati rumah itu sejak ia masuk kuliah. Rumah itu merupakan rumah warisan orang tuanya yang dibangun sejak ia masih duduk di bangku SMP. Namun sejak masuk SMP hingga lulus SMA, Sutrisno tidak menempati rumah itu karena tinggal di rumah neneknya yang jaraknya tak jauh dari rumah itu.   

Setelah sempat dua tahun menjadi mahasiswa diploma di Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Yogyakarta, Sutrisno memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliahnya. Dia kemudian mendirikan wartel di rumah orang tuanya. Empat tahun kemudian, ia mendirikan warnet di tempat yang sama. Warnet itu kemudian diberi nama Irama Net, kependekan dari Internet Rakyat Mandiri Network. 

Sutrisno Hadi saat ditemui di rumahnya
Pada tahun 2009, Sutrisno mendapat kabar bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) membuat program bernama Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Berdasarkan peraturan Menkominfo Nomor 48 tahun 2009, program PLIK merupakan salah satu bentuk program pelayanan pemerintah pusat kepada masyarakat di bidang telekomunikasi. “Waktu itu awalnya ditawarkan untuk lembaga pemerintah. Tapi karena tidak banyak yang minat, akhirnya diarahkan ke KUD (Koperasi Unit Desa). Itupun tidak seratus persen ikut. Makanya saya yang mengajukan diri secara perseorangan diperbolehkan ikut. Tapi dengan syarat yang ketat,” kata Sutrisno.

Sutrisno kemudian mengajak teman-temannya yang masih tinggal dalam cakupan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk ikut sosialisasi program PLIK. Setelah sosialisasi berakhir, Sutrisno mengajukan diri untuk mengikuti program tersebut dengan mengirim proposal dan melengkapi persyaratan lainnya. Bantuan dari pemerintah pusat datang setelah segala persyaratan terpenuhi. “Mulai dari tower, radio, komputer server satu buah dan komputer cilent lima buah. Jadi ada enam komputer baru,” kata Sutrisno sambil tertawa. Berdasarkan peraturan Menkominfo Nomor 48 tahun 2009 pasal 2 ayat 3, tersedianya barang-barang tersebut adalah salah satu syarat berdirinya PLIK. Syarat lainnya, sebuah PLIK harus memiliki rambu penujuk lokasi dan rambu papan nama. 

Karena menjadi bagian dari program pemerintah, tempat itu tidak hanya berfungsi sebagai warnet, namun juga sebagai tempat berbagai pelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Nama Irama Net kemudian diganti dengan nama baru yaitu PLIK Nanggulan 2. Nanggulan sendiri merupakan nama kecamatan tempat pusat layanan itu berada. Sementara pemberian “2” dikarenakan tak lama sebelumnya telah berdiri PLIK yang dikelola oleh KUD Sarimulyo pada kecamatan yang sama. “Waktu itu nama warnet kesannya agak buruk. Padahal fungsinya banyak. Nah makanya saya berinisiatif mengadakan pelatihan-pelatihan di sini,” ujar Sutrisno.

Pelatihan-pelatihan yang diadakan Sutrisno kebanyakan merupakan pelatihan dasar cara menggunakan komputer dan internet. Pesertanya berasal dari bermacam-macam golongan diantaranya; pelajar, mahasiswa, dan kelompok tani. Dalam mengadakan pelatihan itu, Sutrisno dibantu para relawan yang tak lain merupakan teman-temannya sendiri. “Relawan ini temen-temenku yang radha ngerti IT. Kadang mereka jadi narasumbernya. Buat mereka gak ada istilahnya gaji khusus. Imbalannya mung internet-an gratis,” terang Sutrisno.

Pelatihan-pelatihan itulah yang membuat PLIK Nanggulan 2 banyak dilirik orang luar. Bahkan pada tanggal 26 Maret 2011, PLIK itu diresmikan langsung oleh Tifatul Sembiring selaku Menteri Komunikasi dan Informatika melalui video teleconference dari Prambanan. Baru pada 13 Agustus 2011, Roy Suryo sebagai perwakilan DPR datang ke PLIK untuk melakukan peresmian secara langsung. “Ya saya nggak ngira, tho. Padahal kan saya cuma punya niat kecil untuk merintis, tapi malah banyak dilirik. Padahal ya biasa-biasa aja sih,” kata Sutrisno sambil tertawa.

Keberhasilan menjalankan pelatihan itu membuat PLIK Nanggulan 2 mendapatkan penghargaan. Pada 5 Desember 2011, PLIK Nanggulan 2 dinobatkan sebagai PLIK terbaik se-Indonesia dalam acara penghargaan Universal Service Obligation (USO) Award yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Surabaya. “Ya hadiahnya lumayan lah, bisa untuk nambah fasilitas,” ujar Sutrisno Hadi.

Prestasi itu membuat PLIK Nanggulan 2 makin ramai pengunjung. Selain itu, tarif sewanya termasuk murah, hanya Rp 2000 per-jam. Banyak pelajar SD sampai SMA memadati tempat itu dari siang sampai sore. Bahkan pada jam sekolah tempat itu disewa oleh sekolah terdekat sebagai tempat praktik komputer. “Waktu itu pernah kerja sama dengan MTs (Madrasah Tsanawiyah). Mereka nggak punya lab. Kalau ujian praktek komputer biasanya mereka ke sini,” jelas Sutrisno.

Sutrisno kemudian memberikan fasilitas tambahan. Ruangan di sebelah ruang komputer yang biasanya digunakan untuk pelatihan, kemudian diberi fasilitas perpustakaan. Di samping sebagai ruang baca, perpustakaan itu digunakan sebagai ruang tunggu bagi para pengunjung yang sedang mengantri untuk menggunakan komputer. “Buku di sana macem-macem. Kebanyakan hibah dari UGM dan anak-anak KKN,” ujar Sutrisno. Buku-buku itu tidak boleh dibawa pulang dan hanya bisa dibaca di tempat. Perpustakaan itu kemudian diberi nama “Gubuk Pintar.”  

Selain perpustakaan, di halaman depan PLIK disediakan meja ping-pong untuk bermain tenis meja. Di sampingnya juga dibuka warung angkringan yang menyediakan fasilitas WiFi (Wireless Fidelity). Warung angkringan itu kemudian dinamakan Cyber Cafe. Banyak pengunjung yang membeli makanan dan minuman di Cyber Cafe sambil menikmati fasilitas WiFi. Kondisi yang selalu ramai pengunjung membuat PLIK hampir buka seharian penuh.

Namun masa itu tak berlangsung lama. Mulai tahun 2012, jam buka PLIK mulai dibatasi menjadi 12 jam sehari. Hal tersebut dikarenakan tempat itu pada akhirnya hanya menjadi tempat hiburan. “Para gamer itu kalau di sini sampai malam,” kata Sutrisno. Pembatasan jam diterapkan karena Sutrisno ingin tempat itu hanya digunakan untuk pendidikan.

Alverelleon Jasa Bramasta membenarkan bahwa waktu dulu PLIK banyak digunakan anak-anak untuk bermain game. “Rame Mas. Rata-rata tiap hari itu sampai antre. Berebutan gitu. Pagi-pagi udah ada yang ke sana. Terus sampai bolos gitu. Soalnya dulu kalo nggak salah warnet pertama di sini yang menyediakan game,” ujar pria yang biasa dipanggil Varrel itu.
Alverelleon Jasa Bramasta

Varrel sendiri termasuk salah satu pengunjung yang sering datang ke PLIK. Biasanya dia pergi ke warnet itu pada siang hari sepulang sekolah. Sore harinya ia baru pulang. Pernah beberapa kali ia menginap di PLIK. Jarak rumahnya dengan PLIK tak sampai 100 meter. Sementara itu teman-teman sebayanya banyak yang menghabiskan waktu di sana selama 8-12 jam. Menurut kesaksian Varrel, waktu yang lama itu kebanyakan mereka habiskan untuk bermain game.   

Varrel sering memanfaatkan fasilitas PLIK untuk mengerjakan tugas sekolah. Ketika mengerjakan tugas di sana, ia biasanya duduk bersebelahan dengan pengguna lain yang bermain game. Namun ia sebenarnya juga lebih banyak memanfaatkan fasilitas itu untuk bermain game seperti kebanyakan pengguna lain. “Kalau anak-anak biasanya memainkan game asli dari komputer itu. Kayak Need For Speed sama Point Blank. Paling kalau nggak itu ya permainan Facebook terus Dota,” ungkap pemuda yang saat ini menjalani pendidikan semester dua di Jurusan Sastra Inggris Universitas Ahmad Dahlan itu.

Sutrisno sendiri sudah berusaha mengingatkan pada para penggunanya agar memanfaatkan PLIK tidak hanya untuk bermain game. “Kita di sini ikut mengawasi juga. Lagian kan di sini nggak dibuat sekat-sekat. Jadi bisa saling mengontrol gitu. Kalau misal ada yang main game terus, saya bilang,’do dielingke koncomu kuwi’ (tolong temanmu itu diingatkan-terj). Makanya kalau di sini namanya internet sehat. Biar kondang,” jelas Sutrisno.  

Walaupun ada pengawasan, beberapa orang tua yang anaknya sering bermain game di PLIK tetap saja memberikan keluhan. Menurut Sutrisno, para pengunjung yang biasanya mulai tidak nyaman bermain di tempat itu pada akhirnya mencari warnet lain yang lebih nyaman.”Ya awalnya ke sini. Terus mereka nggak nyaman dan akhirnya pindah,” keluh Sutrisno. Hal itu dibenarkan oleh Varrel. Dia bercerita bahwa para pengunjung yang sudah ‘tidak betah’ kemudian mencari warnet atau Game Center yang berada di Wates. Untuk mencapai Wates, mereka harus mengendarai motor sejauh 8 kilometer dari tempat itu.  

Namun tak hanya itu yang membuat para pengunjung mulai beralih ke tempat lain. Menurut Varrel, komputer-komputer yang berada di PLIK sebenarnya tidak cocok untuk digunakan bermain game. Jadi mereka berpindah-pindah. Kadang di PLIK, kadang di Wates. Tapi pada akhirnya mereka memilih yang di Wates daripada tempatnya Mas Tris (Sutrisno-ed),” ujar Varrel. Walau para gamers satu demi satu mulai beralih ke tempat lain, beberapa orang masih ada yang menggunakan fasilitas PLIK untuk kepentingan bisnis dan desain grafis.

Pada tahun 2013, pengunjung PLIK Nanggulan 2 mulai menurun. Untuk membuat tempat itu lebih bergairah, Sutrisno mendirikan sebuah radio komunitas bernama “Swara Banyuroto”. Para penyiarnya direkrut dari perkumpulan karang taruna Desa Banyuroto, Radio itu siaran dari pukul 16.00 sampai 18.00. Berbagai acaranya kebanyakan berisi edukasi mengenai teknologi, pertanian, ekonomi, kepemimpinan, dan juga kerohanian. Namun radio komunitas itu hanya bertahan selama satu tahun. “Habis itu mereka (para penyiarnya) pada bosan terus takut petir karena waktu itu masuk musim penghujan,” kenang Sutrisno.

Menurut Sutrisno, penurunan gairah di PLIK Nanggulan 2 disebabkan karena pengunjungya mulai menggunakan gawai dan Laptop untuk ber-internet. Oleh karena itu, dengan bekerja sama dengan PT SIMS (Sarana Insan Muda Selaras), Sutrisno membuat jaringan WiFi pada rumah-rumah di sekitar tempat tinggalnya. Dengan adanya WiFi, mereka tidak perlu lagi datang ke PLIK untuk menikmati fasilitas internet. ”Saat ini sudah sekitar 30 titik. Satu titik bisa menjangkau wilayah sejauh 300 meter,” Jelas Sutrisno. Karena suskes mengembangkan jaringan WiFi itulah PLIK Nanggulan 2 sempat mendapat kunjungan para Kepala Desa yang mengikuti program “Desa Broadband.” Program itu diselenggarakan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika.

Sinyal WiFi yang dipancarkan dari PLIK membuat bangunan-bangunan yang berada di sekitarnya ikut terkena dampaknya. Terdapat sebuah rumah makan yang jaraknya sekitar 50 meter dari tempat itu. Biasanya Sutrisno menitipkan Voucher kepada pemilik rumah makan itu untuk dijual kepada pengunjung yang ingin memakai fasilitas WiFi di sana. “Macam-macam paket voucher-nya. Ada yang paket sebulan, ada yang 30 jam, ada juga yang per  jam,”  jelas Bambang, pemilik rumah makan itu.
Warung makan di dekat PLIK yang menyediakan fasilitas WiFi

Berdasarkan penuturan Bambang, tiap sore sampai malam banyak orang yang nongkrong di rumah makan miliknya untuk menikmati fasilitas WiFi. Rumah makannya sendiri sebenarnya tutup pukul 9 malam. Tapi untuk memberi tempat dan menyediakan minuman bagi orang-orang yang memakai WiFi di tempatnya, tak jarang Bambang baru menutup rumah makannya pukul 12 malam. “Itu saya sediakan kursi dan meja untuk yang mau nongkrong sampai malam,” kata Bambang sambil menujuk kursi dan meja plastik kecil yang sedang dijemur.   

Karena adanya fasilitas WiFi itu, praktis Sutrisno hanya membuka PLIK sesekali saja bila ada permintaan. Sementara itu buku-buku yang ada di ruang perpustakaan kemudian disimpan di gudang. “Buku itu saya taruh di karung-karung. Terus rak dan meja dipakai anak-anak saya buat belajar”, terang Sutrisno. Ruang itu kemudian beralih menjadi ruang tamu.

Pada Oktober 2016, pemerintah memutuskan untuk tidak melanjutkan program PLIK. Setelah program itu selesai, kegiatan sehari-hari Sutrisno banyak dihabiskan untuk mengurus tiga buah hatinya. “Ssekarang status saya pengacara. Pengangguran banyak acara. Sibuknya wira-wiri. Antar jemput anak. Soalnya kalau istri kerjanya pendamping sosial. Jadi tugasnya nggak tentu. Kadang pagi, kadang sore. Ya saya yang ngalah,” kata Sutrisno sambil tertawa.

Walau secara resmi program itu sudah selesai, Sutrisno membantah bahwa pemberdayaan kepada masyarakat tidak akan dilakukan lagi. “Walaupun sekarang programnya sudah berhenti, tapi saya nggak peduli. Tetap jalan terus. Yang jelas edukasi mengenalkan komputer dan internet sampai sekarang tetap jalan. Kalau teman-teman ada perlu di sini tinggal WA saya”, ujar Sutrisno tegas. 


Selepas Adzan Dhuhur, perbincangan Sutrisno dengan tamunya berakhir. Saat Sutrisno mengantar tamunya sampai di halaman depan rumahnya, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Kemudian ia mengajak tamunya ke gudang miliknya. Di sana ia menunjukkan sesuatu. Sebuah papan kayu berlapis seng berukuran sekitar 1 x 1,5 meter. Papan berlogo Departemen Komunikasi dan Informatika dan bergambar penunjuk arah itu bertuliskan, “PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN  500 M.” Sebuah papan penunjuk lokasi. “Waktu itu papan ini saya lepas, takut jatuh kalau kena angin kencang”, kenang Sutrisno.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jelajah Lereng Merapi: Aktivitas Penambang Pasir di Aliran Kali Putih

  Plang larangan menambang pasir di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Selama ini lereng barat Gunung Merapi merupakan kawasan yang sering...