Jalan Gumuk |
Aku meninggalkan Laguna Depok dengan segenap
rasa bersalah. Ketika aku datang ke gubug itu, mungkin saja Si Kucing berpikir sang penolong telah datang. Tapi
aku tidak ditakdirkan untuk menjadi sang penolong baginya. Aku bukan apa-apa
dan tidak ditakdirkan untuk menjadi siapa-siapa. Pada akhirnya aku hanya
seperti angin lewat.
Seperti layaknya angin, aku pergi sambil
lalu saja meninggalkan laguna, tanpa membawa apapun, tanpa meninggalkan apapun.
Kini aku kembali mengendarai motorku melintasi jalanan yang becek karena
genangan air hujan.
Tak lama kemudian sampailah aku di
sebuah landasan pacu beraspal yang amat luas. Deburan angin laut menerpaku dari
arah selatan. Aku begitu takjub dengan pemandangan di depanku. Landasan pacu
itu begitu panjang dan besar. Lebarnya kira-kira 10 meter. Tidak ada orang ataupun
kendaraan lain di sana. Di tengah-tengahnya terdapat garis marka. Di ujung
landasan sana deretan bukit seribu menjulang dengan indah. Tentu saja landasan
ini lebih tepat digunakan untuk lintasan pesawat.
Aku melaju motorku dari ujung landasan
satu ke ujung landasan lainnya. Memang setelah itu ada mobil lain yang ikut
memasuki area landasan itu. Tapi satu mobil bukan apa-apa dan tidak
menggangguku sama sekali yang bebas meliuk-liukkan motorku di landasan beraspal
itu tanpa khawatir.
Motor kesayanganku di tengah landasan pacu yang kosong |
Setelah puas menjelajahi landasan yang
letaknya tak jauh dari bibir pantai itu, aku kembali melanjutkan perjalanan.
Jalan yang kulewati selanjutnya tidak terlalu lebar, namun saat itu tidak
banyak kendaraan yang lewat. Di sekeliling jalan itu tumbuh pohon-pohon yang
tidak terlalu tinggi. Aku nggak tahu apa nama pohon-pohon itu. jalanan itu
terbentang di tengah kawasan ekosistem habitat alami gumuk pasir, yang kalau
disingkat KEHAGP.
Berdasarkan papan informasi yang
terletak di pinggir jalan itu, KEHAGP terdiri dari tiga zona: Zona Inti, Zona
Penunjang Peruntukan Lainnya, dan Zona Peruntukan Terbatas. Aku tidak
tahu-menahu masing-masing peruntukan tiap zona dan alasan pemberian nama itu.
Tapi setidaknya dari peta itu aku tahu di ada apa saja di masing-masing zona
itu.
Peta KEHAGP |
Pada zona inti, terdapat kawasan wisata
gumuk pasir yang baru-baru ini lagi nge-tren dan menjadi tempat selfi para
wisatawan. Aku sejujurnya belum tahu apa menariknya tempat ini selain sebagai
lokasi foto selfi dan pre-wed. Bagi kalian yang belum tahu, kawasan seperti
gumuk pasir ini konon hanya ada dua di dunia. Satu di Meksiko, dan yang satunya
lagi di sini.
Pada zona penunjang peruntukkan lainnya,
ada Pantai Depok. Landasan pacu itu juga berada di sana. Kawasan Laguna Depok
juga termasuk bagiannya.
Dan yang terakhir adalah zona peruntukan
terbatas. Aku tak paham benar kenapa tempat itu diberi nama “peruntukan
terbatas”. Padahal di tempat itu terdapat Obyek Wisata Pantai Parangtritis,
salah satu tempat wisata paling populer di Jogja, bahkan di Indonesia.
Setelah memahami setiap detail-detail
gambar yang ada di papan itu, aku kembali melanjutkan perjalanan. Kembali
melintasi jalan gumuk yang di kanan-kirinya terdapat pohon-pohon rimbun yang
menghalangi pandanganmu ke arah langit. Bila matahari bersinarpun, cahayanya
mungkin akan tertutupi rimbunnya pohon-pohon ini. Tapi waktu itu langit belum
cerah seutuhnya. Tanah di kanan-kiri jalan banyak yang terendam akibat hujan
deras sebelumnya.
Aktivitas wisatawan mulai berjalan
karena hujan sepertinya tak akan turun lagi. Ketika aku melintasi jalan itu,
sekumpulan mbak-mbak berhijab dengan pakaian yang seragam sedang berfoto di
tengah jalan. Akupun dengan berani menyapa mereka dengan teriakan keras dan
salah satu dari mereka membalas sapaanku. Wahai mbak yang membalas sapaanku,
apakah engkau kelak akan menjadi jodohku?
Aku tak ingin terus terjebak lamunan
tentang jodoh ataupun kekasih walaupun ini Hari Valentine sekalipun. Kalau
saja aku sekarang ada di rumah tentu aku akan membuka instagram dan menemukan
teman-temanku saling berbagi cokelat dengan kekasih mereka. Itulah cara mereka
mengungkapkan rasa sayang di hari kasih sayang. Sementara itu aku yang masih
jomblo mau ngasih cokelat ke siapa? Daripada buat beli cokelat, mending uangnya
buat jalan-jalan kayak gini hahaha. Aku tak perlu lagi galau soal pasangan.
Walau aku jomblo, walau aku nggak laku, tapi aku bahagia.
Tak lama setelah melewati kumpulan
mbak-mbak itu. sampailah aku di sebuah pantai yang tidak terkenal. Namanya Pantai
Pelangi. Aku langsung berjalan ke pinggir pantai setelah memarkirkan motor. Pantai
itu sangat sangat sepi dan terkesan terbengkalai. Terlihat banyak sampah di
mana-mana. Aku hanya melihat dua orang yang sedang memancing. Aku tak sempat
(sebenarnya malu sih) bertanya kepada dua pemancing itu perihal ikan apa saja
yang berhasil mereka tangkap.
Pantai Pelangi |
Walaupun sepi, sebenarnya pantai itu
merupakan pantai tempat penangkaran dan pelepasan penyu. Aku mengetahui hal itu
dari papan informasi yang ada di tempat parkir pantai itu. Saat berada di
pantai, aku sempat bertanya kepada seorang mas-mas di manakah aku bisa melihat
penyu-penyu itu. Dia memberi tahuku bahwa saat itu bukanlah waktu yang tepat
untuk melihat para penyu. Waktu yang tepat melihat mereka adalah pada Bulan
Agustus-September, begitulah menurut mas-mas berbadan tambun itu.
Aku sedikit kecewa karena tak bisa
melihat para penyu. Padahal awalnya aku tertarik mampir ke tempat itu karena
ada papan besar bergambar penyu di pinggir jalan menuju ke sana. Aku memilih
beranjak dari pantai itu dan kembali ke tempat parkir, kembali melintasi jalan
gumuk menuju Pantai Parangkusumo. Di pantai inilah aku diajak untuk menyimak kisah-kisah
yang konon pernah terjadi di masa lalu. Kisah-kisah yang diwariskan secara
turun temurun dam masih dipercaya oleh banyak orang hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar