Kamis, 01 Maret 2018

My Valentine Trip Part 3

Jalan Gumuk


Aku meninggalkan Laguna Depok dengan segenap rasa bersalah. Ketika aku datang ke gubug itu, mungkin saja Si Kucing berpikir sang penolong telah datang. Tapi aku tidak ditakdirkan untuk menjadi sang penolong baginya. Aku bukan apa-apa dan tidak ditakdirkan untuk menjadi siapa-siapa. Pada akhirnya aku hanya seperti angin lewat.


Seperti layaknya angin, aku pergi sambil lalu saja meninggalkan laguna, tanpa membawa apapun, tanpa meninggalkan apapun. Kini aku kembali mengendarai motorku melintasi jalanan yang becek karena genangan air hujan. 
Tak lama kemudian sampailah aku di sebuah landasan pacu beraspal yang amat luas. Deburan angin laut menerpaku dari arah selatan. Aku begitu takjub dengan pemandangan di depanku. Landasan pacu itu begitu panjang dan besar. Lebarnya kira-kira 10 meter. Tidak ada orang ataupun kendaraan lain di sana. Di tengah-tengahnya terdapat garis marka. Di ujung landasan sana deretan bukit seribu menjulang dengan indah. Tentu saja landasan ini lebih tepat digunakan untuk lintasan pesawat.

Aku melaju motorku dari ujung landasan satu ke ujung landasan lainnya. Memang setelah itu ada mobil lain yang ikut memasuki area landasan itu. Tapi satu mobil bukan apa-apa dan tidak menggangguku sama sekali yang bebas meliuk-liukkan motorku di landasan beraspal itu tanpa khawatir.
Motor kesayanganku di tengah landasan pacu yang kosong 
Setelah puas menjelajahi landasan yang letaknya tak jauh dari bibir pantai itu, aku kembali melanjutkan perjalanan. Jalan yang kulewati selanjutnya tidak terlalu lebar, namun saat itu tidak banyak kendaraan yang lewat. Di sekeliling jalan itu tumbuh pohon-pohon yang tidak terlalu tinggi. Aku nggak tahu apa nama pohon-pohon itu. jalanan itu terbentang di tengah kawasan ekosistem habitat alami gumuk pasir, yang kalau disingkat KEHAGP.
Berdasarkan papan informasi yang terletak di pinggir jalan itu, KEHAGP terdiri dari tiga zona: Zona Inti, Zona Penunjang Peruntukan Lainnya, dan Zona Peruntukan Terbatas. Aku tidak tahu-menahu masing-masing peruntukan tiap zona dan alasan pemberian nama itu. Tapi setidaknya dari peta itu aku tahu di ada apa saja di masing-masing zona itu.
Peta KEHAGP
Pada zona inti, terdapat kawasan wisata gumuk pasir yang baru-baru ini lagi nge-tren dan menjadi tempat selfi para wisatawan. Aku sejujurnya belum tahu apa menariknya tempat ini selain sebagai lokasi foto selfi dan pre-wed. Bagi kalian yang belum tahu, kawasan seperti gumuk pasir ini konon hanya ada dua di dunia. Satu di Meksiko, dan yang satunya lagi di sini.
Pada zona penunjang peruntukkan lainnya, ada Pantai Depok. Landasan pacu itu juga berada di sana. Kawasan Laguna Depok juga termasuk bagiannya.
Dan yang terakhir adalah zona peruntukan terbatas. Aku tak paham benar kenapa tempat itu diberi nama “peruntukan terbatas”. Padahal di tempat itu terdapat Obyek Wisata Pantai Parangtritis, salah satu tempat wisata paling populer di Jogja, bahkan di Indonesia.
Setelah memahami setiap detail-detail gambar yang ada di papan itu, aku kembali melanjutkan perjalanan. Kembali melintasi jalan gumuk yang di kanan-kirinya terdapat pohon-pohon rimbun yang menghalangi pandanganmu ke arah langit. Bila matahari bersinarpun, cahayanya mungkin akan tertutupi rimbunnya pohon-pohon ini. Tapi waktu itu langit belum cerah seutuhnya. Tanah di kanan-kiri jalan banyak yang terendam akibat hujan deras sebelumnya.
Aktivitas wisatawan mulai berjalan karena hujan sepertinya tak akan turun lagi. Ketika aku melintasi jalan itu, sekumpulan mbak-mbak berhijab dengan pakaian yang seragam sedang berfoto di tengah jalan. Akupun dengan berani menyapa mereka dengan teriakan keras dan salah satu dari mereka membalas sapaanku. Wahai mbak yang membalas sapaanku, apakah engkau kelak akan menjadi jodohku?
Aku tak ingin terus terjebak lamunan tentang jodoh ataupun kekasih walaupun ini Hari Valentine sekalipun. Kalau saja aku sekarang ada di rumah tentu aku akan membuka instagram dan menemukan teman-temanku saling berbagi cokelat dengan kekasih mereka. Itulah cara mereka mengungkapkan rasa sayang di hari kasih sayang. Sementara itu aku yang masih jomblo mau ngasih cokelat ke siapa? Daripada buat beli cokelat, mending uangnya buat jalan-jalan kayak gini hahaha. Aku tak perlu lagi galau soal pasangan. Walau aku jomblo, walau aku nggak laku, tapi aku bahagia.
Tak lama setelah melewati kumpulan mbak-mbak itu. sampailah aku di sebuah pantai yang tidak terkenal. Namanya Pantai Pelangi. Aku langsung berjalan ke pinggir pantai setelah memarkirkan motor. Pantai itu sangat sangat sepi dan terkesan terbengkalai. Terlihat banyak sampah di mana-mana. Aku hanya melihat dua orang yang sedang memancing. Aku tak sempat (sebenarnya malu sih) bertanya kepada dua pemancing itu perihal ikan apa saja yang berhasil mereka tangkap.
Pantai Pelangi

Walaupun sepi, sebenarnya pantai itu merupakan pantai tempat penangkaran dan pelepasan penyu. Aku mengetahui hal itu dari papan informasi yang ada di tempat parkir pantai itu. Saat berada di pantai, aku sempat bertanya kepada seorang mas-mas di manakah aku bisa melihat penyu-penyu itu. Dia memberi tahuku bahwa saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk melihat para penyu. Waktu yang tepat melihat mereka adalah pada Bulan Agustus-September, begitulah menurut mas-mas berbadan tambun itu.
Aku sedikit kecewa karena tak bisa melihat para penyu. Padahal awalnya aku tertarik mampir ke tempat itu karena ada papan besar bergambar penyu di pinggir jalan menuju ke sana. Aku memilih beranjak dari pantai itu dan kembali ke tempat parkir, kembali melintasi jalan gumuk menuju Pantai Parangkusumo. Di pantai inilah aku diajak untuk menyimak kisah-kisah yang konon pernah terjadi di masa lalu. Kisah-kisah yang diwariskan secara turun temurun dam masih dipercaya oleh banyak orang hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jelajah Lereng Merapi: Aktivitas Penambang Pasir di Aliran Kali Putih

  Plang larangan menambang pasir di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Selama ini lereng barat Gunung Merapi merupakan kawasan yang sering...