Jalanan yang tergenang banjir |
Matahari tidak bersinar di
siang itu tatkala aku dalam perjalanan dari Pantai Pelangi ke Pantai
Parangkusumo. Di tengah perjalanan, aku menemukan jalan yang akan kulalui
terputus akibat terendam banjir. Bagaimana ini? Apakah aku harus memutar? Atau
kuterobos saja banjir ini? Aku menunggu kiranya ada kendaraan yang menerjang
banjir itu untuk melihat seberapa dalam air menggenangi jalanan. Tapi tak ada
yang melintas.
Pada akhirnya aku menepikan
motor dan berjalan untuk mengecek seberapa dalam genangan air itu. Ternyata
memang agak dalam, kira-kira hampir mencapai lututku. Tak lama kemudian ada dua
orang berboncengan yang nekat menerjang banjir itu dengan motor matic. Namun di
tengah jalan mesinnya mati sehingga mereka harus menuntun motor sampai ke
bagian jalan yang tidak tergenang. Sesampainya di sana, mereka kesulitan untuk
menyalakan mesin.
Aku tak mau mesinku mati.
Aku lihat sekeliling. Ternyata ada jalan lain yang bisa dilewati tanpa harus menerjang
genangan ini. Aku melihat beberapa kendaraan melewati jalanan itu yang letaknya
tak jauh di selatan jalan yang tergenang ini. Beberapa kendaraan yang tak mau
menerjang genangan berbalik arah dan kemudian melintasi jalan tersebut.
Harusnya aku sudah tahu dari tadi!
Jalan ini merupakan jalan
dengan tanah pasir yang bergeronjal dan berbatu. Walaupun begitu masih
terhitung aman untuk dilalui baik oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Setelah
melewati jalan itu, aku akhirnya bisa melanjutkan perjalanan ke Pantai
Parangkusumo tanpa harus menerjang genangan air.
Tak lama setelah itu aku
sampai di Kawasan Pantai Parangkusumo. Begitu sampai di sebuah tempat parkir
yang luas, aku langsung memarkirkan motor dan kemudian menuju masjid untuk
menunaikan Sholat Dhuhur. Selesai Sholat Dhuhur aku tidak segera menuju ke
motor. Aku melihat-lihat halaman masjid. Di salah satu tempat aku melihat
sebuah tanah kosong yang dikelilingi pagar tembok persegi bercat putih yang tingginya
mungkin sekitar 1,5 meter. Di dalam pagar itu terdapat dua buah batu yang di
atasnya ada taburan bunga.
Kedua batu ini membuatku
penasaran. Batu apakah ini? Aku ingin bertanya pada orang-orang di sekitar
situ. Tampak dua pria sedang berbincang. Pria satu menggunakan kacamata hitam,
sepertinya dia wisatawan. Pria satunya menggunakan tas selempang dan jaket
berwarna hijau daun. Pria berkacamata lebih banyak bertanya, sementara pria
satunya memberi penjelasan. Aku kemudian ikut mendengar
hal-hal yang dijelaskan dari pria bertas selempang. Ia menceritakan pada kami
tentang asal usul kedua batu itu.
***
Dua buah batu tempat Panembahan Senopati dan Nyai Roro Kidul bertapa |
Alkisah ada seorang pria gagah
perkasa bernama Panembahan Senopati. Dia bersemedi di laut selatan demi
memperoleh kesaktian. Setelah bersemedi sekian lama, kesaktian datang
menghampirinya. Waktu itu malam hari. Langit menggelegar, angin berhembus
kencang menggoyang dahan pohon-pohon kelapa, air laut pasang, dan di saat air
laut surut tampak sesosok wajah jelita seakan datang dari lautan. Terang bulan
menyinari wajah cantik jelitanya sehingga memancarkan keagungan bak dewi
purnama. Dia adalah Nyai Roro Kidul sang ratu laut selatan.
“Kamu lagi ngapain di sini?”
tanya Nyai Roro Kidul penasaran.
“Aku lagi semedi, kamu?”
“Aku lagi jalan-jalan dan
kebetulan ketemu kamu di sini”
“Ayo semedi bareng”, ajak
Panembahan Senopati
Nyai Roro Kidul menerima
ajakan Panembahan Senopati untuk semedi bersama. Merekapun kemudian semedi pada
dua gundukan batu di sana. Panembahan Senopati duduk pada gundukan batu yang
kecil sementara Nyai Roro Kidul duduk di gundukan batu yang lebih besar.
Melakukan kegiatan bersama
tak hanya membuat mereka berdua bertambah akrab. Benih-benih cinta muncul
perlahan-lahan diantara keduanya seperti aliran magma yang naik perlahan ke
permukaan gunung berapi yang akan meletus. Kekuatan getarannya pertama-tama
akan kecil karena magma masih berada di bawah. Namun ketika terus naik, getaran
di permukaan akan membesar hingga overscale.
Ketika aliran magma sampai ke permukaan, maka meletuslah gunung itu. Letusan
gunung itu menggambarkan kondisi perasaan cinta sudah tidak bisa dibendung
lagi.
Begitulah hubungan antara
Panembahan Senopati dan Nyai Roro Kidul. Perasaan mereka berdua tak bisa
dibendung lagi, walau sebenarnya mereka berdua masing-masing berasal dari dunia
yang berbeda. Begitulah cinta, bisa menyatukan dua dunia yang terpisah.
Kesaktian Panembahan Senopati tak hanya bisa membuat langit menggelegar, namun
bisa menaklukkan seorang gadis jelita walaupun ia berasal dari bangsa jin.
***
Begitulah cerita dari pria bertas selempang. Langit masih
mendung ketika cerita itu berakhir. Di sisi utara tempat itu aku melihat sebuah
bukit menjulang. Aku bertanya kepada pria bertas selempang mengenai bukit itu.
“Di sana ada makam Syekh Maulana Maghribi,” kata pria bertas selempang. Siapa
itu Syekh Maulana Maghribi? Apakah dia orang ketiga dalam hubungan antara Panembahan Senopati
dengan Nyai Roro Kidul? Aku tak mau hanyut dalam praduga sebelum aku tahu
sendiri cerita sebenarnya. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke bukit itu
untuk mencari tahu sendiri.
Karena harus segera beranjak dari tempat itu aku mohon
pamit kepada kedua pria itu. Akupun segera pergi sementara mereka berdua melanjutkan
perbincangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar