|
Ada banyak hal yang harus kami persiapkan sebelum berangkat ke Lasem. Persiapan ini bukan hanya soal perlengkapan apa saja yang akan kami bawa. Namun lebih ke persiapan siapa saja yang akan kami wawancarai saat berada di sana. Oleh karena itu kami perlu mengadakan forum diskusi tentang Lasem. Di samping itu kami juga perlu riset dengan membaca buku-buku terkait kota itu. Untuk itu, aku membeli dua buku tentang Lasem di Penerbit Ombak berjudul Lasem Kota Tiongkok Keci karya Munawir Aziz, dan Lasem: Kota Bernuansa Cina Di Jawa Tengah karya Handinoto. Selain itu, aku juga meminjam buku berjudul Lasem Kota Dampo Awang karya Akrom Unijaya di perpustakaan kampus.
Forum diskusi tentang Lasem
diadakan seminggu sekali, tepatnya tiap Hari Rabu. Di forum itu, kami tak hanya
mendiskusikan apa yang akan kami tulis, namun juga menyusun agenda kegiatan
kami di Lasem nanti. Semua tentu harus dipersiapkan dengan matang, mulai dari
kapan kita berangkat, berapa lama kita akan tinggal di sana, perbekalan apa
saja yang harus dibawa, penginapan mana tempat kami tinggal, anggaran
perjalanan, dan masih banyak lagi.
Aku menjadi ketua tim untuk
perjalanan ini sehingga aku bertanggung jawab mulai dari persiapan sampai
perjalanan itu berakhir. Untuk itu, aku selalu mengingatkan teman-teman untuk
datang pada forum diskusi, menanyakan apa yang akan mereka tulis, siapa saja
narasumber yang akan diwawancarai. Apabila narasumbernya sedikit, tentu urusan
di Lasem akan jauh lebih mudah. Tapi bila banyak, kami harus pintar-pintar
menyusun jadwal untuk bertemu para narasumber dengan waktu yang terbatas.
Kami sepakat berangkat ke Lasem
pada 26 Januari 2017, satu hari sebelum peringatan Tahun Baru Imlek, dan
kembali ke Jogja pada tanggal 1 Februari. Semua persiapan harus sudah kelar sebelum
hari keberangkatan. Pada hari tersebut, masing-masing anggota harus sudah
matang dengan draft awal tulisan dan pedoman wawancaranya.
Mulanya mereka semua hadir pada
forum diskusi. Mereka juga semangat memaparkan draft tulisan masing-masing. Ada
yang ingin menulis tentang batik Lasem, ada yang ingin menulis tentang rumah
candu, ada yang ingin menulis tentang profil seorang kiai, bahkan ada yang
ingin menulis tentang jejak pembantaian komunis di Lasem. Mengenai komunis ini,
aku sampai geleng-geleng kepala. Dari sumber buku dan internet yang kubaca
mengenai Lasem, tak ada satupun membahas soal pembantaian komunis di sana.
Aku sendiri tak ingin terlalu
banyak ikut campur mengenai tulisan mereka. Tugasku hanya menyediakan wadah forum
diskusi. Masalah tulisan itu tugasnya pemimpin redaksi. Namun pada saat kami
kumpul pemimpin redaksi hampir tak pernah hadir. Oleh karena itu mereka banyak
mendiskusikan tulisan denganku.
Dinamika diskusi itu tidak berjalan
konsisten seiring berjalannya waktu. Pada saat memasuki liburan semester,
banyak para anggota yang pulang kampung. Di samping itu ada tiga anggota yang
ikut KKN, termasuk pemimpin redaksi kami. Walhasil, diskusi kadang hanya
dihadiri tiga orang bahkan pernah sekali diskusi tidak diadakan karena tidak
satupun anggota yang hadir.
Selama liburan semester itu, aku
mengisi waktu dengan melengkapi bahan-bahan tulisanku dan menyusun pedoman
wawancara. Aku sendiri akan membuat dua tulisan; satu tentang Perang Kuning dan
satu lagi tentang kuliner Lasem. Selain dari dua buku yang kubeli dan satu buku
pinjaman dari perpustakaan, aku menambah referensiku dari buku lain dan sumber
internet.
Untuk menulis tetang Perang Kuning
di Lasem, aku harus membaca tentang peristiwa Geger Pecinan di Batavia terlebih
dahulu. Peristiwa itu kelak akan membangkitkan perlawanan rakyat etnis Tionghoa
terhadap Belanda di seluruh Jawa, termasuk di Lasem. Sementara topik kuliner
Lasem tak banyak ditemukan di buku, oleh karena itu untuk ini aku harus
mencarinya di internet.
Pada H-3 keberangkatan, kami
mengadakan kumpul untuk terakhir kalinya. Malam itu kami berkumpul di warung
makan Kedai 24 yang terletak tak jauh dari kampus. Di sana kami mengadakan briefing dengan topik bahasan meliputi:
persiapan kendaraan, kepastian tempat menginap, dan rute mana yang akan kami pilih
untuk menuju Lasem.
Di saat-saat terakhir itu aku sendiri belum mendapatkan
motor yang akan kukendarai ke Lasem. Motorku sendiri tak bisa kugunakan karena
plat nomornya sudah mati. Dalam keadaan darurat itu aku menelpon beberapa
temanku kiranya salah satu dari mereka bisa meminjamkan motor. Akhirnya ada
seorang teman baikku yang bersedia meminjamkan motornya untuk kukendarai menuju
Lasem.
Dan petualangan ini dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar