![]() |
Pak Gandor Sugiarto |
Aku terbangun sekitar pukul delapan
pagi. Sebenarnya tubuhku masih capek. Ingin rasanya untuk tidur lagi. Tapi hari
itu Mas Pop berencana mengajak kami ke rumah Pak Gandor Sugiarto, salah seorang
sesepuh Lasem. Kami janjian pukul
setengah sepuluh.
Pukul setengah sepuluh, Mas Pop
belum juga datang. Karena resah aku mengirimnya pesan WA. Mas Pop membalas
pesanku dengan memintaku dan teman-teman lainnya untuk langsung ke rumah Pak
Gandor saja. Dia tak sempat mampir ke penginapan karena harus mengurus tamu-tamu
lain. Mas Pop kemudian menjelaskan letak rumah Pak Gandor beserta jalan menuju
ke sana. Setelah itu kami berempat (Aku, Osa, Ancis, dan Rifat) berangkat
menuju rumah Pak Gandor sementara tiga lainnya tetap tinggal di penginapan.
Ternyata jaraknya cukup dekat dari rumah tempat kami menginap.
Rumah Pak Gandor berada persis di
sebelah bangunan Lasem Heritage yang terkenal di Lasem itu. aku pertama kali
mengenal bangunan bertembok merah itu dari sebuah foto pada tulisan Agni
Malagina di majalah National Geographic. Saat melihat foto itu, rasanya sulit membedakan
apakah itu Lasem atau China!
Pagi itu Pak Gandor sibuk melayani
tamu-tamu yang berkunjung. Setelah tamu satu pergi, giliran tamu lain yang ia
layani. Pada akhirnya kamilah yang mendapat giliran untuk bertemu langsung
dengan Pak Gandor.
Pak Gandor dengan ramah menyambut
kami. Pertama-tama, kami mengenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan
kami ke Pak Gandor. Setelah itu kami secara bergiliran mengajukan pertanyaan
pada beliau terkait tulisan kami masing-masing.
Pak Gandor bercerita pada kami
tentang banyak hal. Tentang keluarganya, tentang pengalaman hidupnya, tentang
aktivitasnya di Lasem, dan masih banyak lagi. Selain itu Pak Gandor sanggup
menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Dia bercerita tentang sejarah Lasem untuk
menjawab pertanyaanku. Bahkan dia bercerita sedikit mengenai peristiwa
pembantaian komunis di Lasem. Di akhir pertemuan itu, kami berfoto bersama
dengan Pak Gandor. Sebelum pulang, dia mengundang kami untuk hadir di acara
Perayaan Tahun Baru Imlek yang akan diadakan nanti malam.
Saat itu tepat pada Hari Jum’at.
Setelah pulang dari rumah Pak Gandor, aku, sebagai satu-satunya muslim di
kelompok kami bergegas untuk mandi dan kemudian menunaikan Sholat Jum’at di
Masjid Jami’ Lasem. Masjid ini merupakan masjid bersejarah di Lasem. Selain terkenal
dengan pecinannya, Lasem juga punya masjid yang megah. Hal ini mempertegas
bukti bahwa antara golongan muslim dan etnis Tionghoa di sini bisa hidup
berdampingan.
Selesai Sholat Jum’at, aku langsung
pulang ke penginapan. Saat itu hujan turun agak deras. Sesampainya di penginapan
aku langsung merebahkan diri di atas kasur. Rasa lelah karena perjalanan jauh
masih terasa. Aku bangun sekitar pukul lima sore dan bersiap-siap untuk
menghadiri acara perayaan tahun baru imlek yang menurut jadwal akan dimulai
puku delapan malam.
Aku tiba di tempat perayaan
beberapa menit mendekati pukul delapan. Acara itu diselenggarakan di gedung
serba guna yang berada di samping Kelenteng Po An Bio. Para warga berkumpul di
luar gedung. Hanya tamu undangan saja yang boleh masuk. Pak Gandor berjaga di
pintu masuk. Setelah memperlihatkan diri di hadapan Pak Gandor, aku baru
dipersilahkan masuk. Di dalam gedung, sudah banyak tamu yang mengisi
kursi-kursi. Aku yang kesulitan mencari kursi kosong akhirnya memilih keluar
dari dalam gedung.
Pertunjukkan barongsai itu digelar
sederhana. Hanya dua barongsai ditampilkan. Mereka menari mengikuti suara musik
tambur dan gong yang tak henti ditabuhkan. Penonton bersorak. Menjelang akhir
tarian, topek barongsai bergerak masuk ke dalam gedung, menuju panggung untuk
menghibur para tamu undangan. Aku bergerak masuk ke dalam gedung mengikuti para
penari barongsai. Penampilan berikutnya adalah pertunjukkan drama Perang Kuning
yang dibawakan sebuah kelompok sanggar tari.
Acara setelah pementasan drama itu
adalah sambutan-sambutan. Selain dari ketua panitia, sambutan juga datang dari
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Inilah saat yang ditunggu-tunggu para
hadirin. Sebuah kehormatan orang nomor satu se-Provinsi Jawa Tengah bersedia
hadir pada acara itu.
Pak Ganjar Pranowo naik ke atas panggung disambut tepuk
tangan hadirin. Dalam sambutannya, dia ingin menjadikan Lasem sebagai tempat
wisata unggulan di Jawa Tengah. Setelah sambutan selesai, Pak Ganjar Pranowo
langsung diantar ke ruang tengah Kelenteng Po An Bio. Di sana dia dipandu untuk
menyalakan lilin. Setelah ritual selesai, Pak Ganjar langsung pergi
meninggalkan tempat acara beserta rombongannya.
Aku tak mengikuti acara hingga
rampung. Saat kembang api dilepaskan ke langit hingga menciptakan suara ledakan
yang bersahut-sahutan, aku sudah berada dalam perjalanan pulang ke penginapan.
Sampai penginapan, aku terkejut melihat teman-teman yang lain sudah berkumpul
bersama Mas Pop di ruang tamu. Aku bergabung dengan mereka setelah menaruh
kamera dan alat tulis yang kubawa.
Malam itu, Mas Pop bercerita
tentang aktivitas dia sebagai pegiat sejarah di Lasem. Dia kemudian menunjukkan
pada kami aktivitas penemuan jejak sejarah Lasem di masa lalu. Dari data yang
ia tunjukkan terdapat foto-foto bukti temuan kerangka kapal raksasa yang terdampar
pada pantai yang terletak tak jauh dari Lasem. Ia menjelaskan bahwa foto itu
hanyalah satu contoh temuan sejarah di Lasem. Masih banyak lagi hal-hal yang
belum ditemukan di kota itu. Setelah itu ia menjelaskan bahwa dalam mencari
jejak-jejak sejarah di Lasem, ia tidak sendiri. Ia bergerak bersama teman-teman
yang tergabung dalam Komunitas Bhre Lasem.
![]() |
Pementasan drama Perang Kuning pada perayaan Tahun Baru Imlek di Lasem |
![]() |
Pertunjukan Barongsai |
![]() |
Pak Ganjar Pranowo ikut menghadiri acara Malam Tahun Baru Imlek di Lasem |
![]() |
Para pemain drama Perang Kuning |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar