Minggu, 15 Maret 2020

Ekspedisi Lasem Part 16 : Seharian Menunggu di Bengkel

Suasana Bengkel


Ada sebuah pom bensin di dekat bengkel tambal ban itu. Karena bengkel itu tak sanggup membetulkan motornya Cacing, kami mampir ke tempat pom bensin itu untuk bertanya pada petugas pom di mana lagi ada bengkel motor di sekitar sini. Seorang petugas pom bilang kalau ada sebuah bengkel motor yang letaknya cukup dekat dari sini. Lokasinya sekitar 500 meter ke selatan sampai ketemu perempatan. Pada perempatan itu belok ke kiri sekitar 200 meter. Di sanalah letak bengkel itu. Namun karena sudah larut malam, petugas itu bilang bengkel itu sudah tutup.

Di pom bensin itu, kami berlima kemudian rembugan. Kata Cipon, tak mungkin untuk melanjutkan perjalanan. Setelah melihat GPS dia mengambil kesimpulan bahwa rute di depan melintasi tengah hutan dan kontur jalannya bakal naik turun dan penuh kelokan. Hampir tak mungkin ada tambal ban di situ.

Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat sampai pagi di pom bensin itu. Saat itu memang sudah mendekati tengah malam. Pom bensin itu sendiri bukanlah pom milik Pertamina di mana terdapat rest area, toilet, musholla, dan bila letaknya di jalan raya antar provinsi, biasanya bakal banyak pengendara yang beristirahat di sana. Pom bensin itu milik sebuah perusahaan bernama AKR. Jarang sekali ada kendaraan yang mengisi bensin di pom itu.

Tepat di sebelah pom pengisian ada ruangan kosong. Ruangan itu cukup luas. Tak ada perkakas atau barang apapun di sana. Mungkin ruangan itu difungsikan sebagai musholla buat para karyawan. Tapi di sanapun tak ada sajadah. Kami berlima masuk ruangan itu, rebahan di lantainya, dan tidur sampai pagi di sana.

Malam itu menjadi malam yang panjang bagiku karena aku sulit untuk memejamkan mata. Setelah pagi datang, aku berinisiatif untuk mencari bengkel motor yang dimaksud. Saat itu pukul 6 pagi dan yang lain masih lelap tertidur. Aku menemukan bengkel itu namun ternyata baru akan buka pukul 8 pagi. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur lagi di ruangan pom bensin.

Pukul 8 pagi kami langsung menuju bengkel. Di bengkel itu, dua orang karyawan tampak sudah sibuk memperbaiki motor. Motornya KLX-nya Cacing dan Cipon menunggu giliran untuk diperbaiki. Sambil menunggu motor dibetulkan kami mencari sarapan. Setelah sarapan kami kembali ke bengkel itu.    

Saat kembali ke bengkel itu salah seorang montir yang tampaknya juga pemilik bengkel itu bilang pada Cacing kalau motornya tidak bisa dibetulkan di bengkel itu, sehingga harus dibawa ke Purwodadi. Dia bilang bahwa motor itu baru bisa kembali ke bengkel itu pukul 2 siang nanti. Dan ini tentu membuat kami harus menunggu lebih lama lagi.

Apapun keadaan yang menimpa kami pada waktu itu, aku hanya bisa pasrah. Begitu pula dengan teman-teman yang lain. Kami menunggu di bengkel itu dengan tidak melakukan apapun. Cacing menghabiskan waktu dengan membaca buku barunya yang dibeli dari Pak Soesilo, sementara Bagus dan Cipon lebih banyak memejamkan mata. Hanya aku dan Ancis yang tidak bisa diam. Kami berusaha untuk tetap enjoy menghadapi keadaan itu.

Awalnya aku menghabiskan waktu untuk jalan-jalan di sekitar bengkel dengan sepeda motor. Aku berjalan ke arah barat menyeberangi jalan raya. Aku melalui jalanan becek dan berlumpur akibat hujan pada malam hari sebelumnya. Di ujung jalan becek ini terdapat perlintasan kereta api tidak berpalang pintu. Aku memarkirkan motorku di situ.

Jalur kereta api ini merupakan jalur yang menghubungkan antara Solo dan Semarang dan juga termasuk bagian dari jalur kereta api tertua di Indonesia. Kereta api yang melintas di jalur itu tidak terlalu banyak dan sebagian besar melintas di malam hari. Aku memarkirkan motor tak jauh dari perlintasan. Lalu melihat ke kiri dan ke kanan siapa tahu ada kereta yang akan melintas. Tak dapat kereta, yang kutemui di sana justru seorang pria berusia 50-an bersama seekor kambingnya. Kambing itu diikat pada sebuah batang pohon dan makan rumput sepuasnya di dekat perlintasan itu, sementara pemilik kambing dan aku ngobrol di dekatnya.

Aku lebih banyak mendengarkan apa yang disampaikan pria paruh baya itu. Sejujurnya aku tidak paham apa yang ia bicarakan. Aku hanya menanggapi sekenanya agar terkesan aku mengerti yang ia bicarakan. Setelah dirasa porsi makannya cukup, pria itu pamit dan meninggalkanku seorang diri di sana. Aku yang mulai tak betah berada di sana karena udara mulai panas akhirnya kembali ke bengkel. Di sana aku menemukan mereka lagi pada tidur di kursi.

Pada siang harinya, aku menghabiskan waktu bersama Ancis dengan foto-foto di sekitar bengkel. Aku berpose di atas aspal jalan, di atas tumpukan batang pohon jati, di pekarangan rumah penduduk yang sepi, dan di tempat-tempat lain di manapun kusuka. Langit waktu itu mendung pekat. Sebentar lagi sepertinya akan turun hujan.

Saat hujan turun, kami kembali duduk-duduk di bengkel. Tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain memandangi hujan. Waktu terus berlalu. Melewati pukul dua siang, motornya Cacing belum juga datang.    


Bergaya di depan tumpukan ranting

Bergaya di depan rumah orang

Pendekar kesiangan

Meratapi nasib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jelajah Lereng Merapi: Aktivitas Penambang Pasir di Aliran Kali Putih

  Plang larangan menambang pasir di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Selama ini lereng barat Gunung Merapi merupakan kawasan yang sering...