Pemandangan Kota Jakarta (Sumber: grid.id) |
Sebelum ditetapkan sebagai zona merah dan hanya beberapa hari sebelum kasus 1 dan 2 muncul, aku pergi ke Jakarta untuk mengikuti tes CPNS. Aku berangkat dari Jogja pada tanggal 27 Februari malam. Terus terang, tak ada sekalipun aku berpikir tentang Virus Corona waktu itu.
Aku izin tak
masuk kantor sehari untuk ikut tes CPNS di Jakarta. Selama di kereta, aku lebih
fokus berlatih mengerjakan soal-soal tes CPNS melalui gadget, serta minta do’a
restu pada anggota keluargaku agar diberi kelancaran dan hasil terbaik.
Tak seperti
yang kuperkirakan, waktu itu KA Bengawan yang kunaiki cukup longgar. Selama perjalanan
setidaknya aku bisa tidur nyenyak dan paginya saat sampai Jakarta aku sudah
merasa segar.
Keretaku
sampai di Stasiun Jatinegara pukul 6.50. Turun dari KA Bengawan aku kemudian ganti
KRL tujuan Stasiun Transit Manggarai untuk berpindah KRL lagi menuju Stasiun
Kalibata. KRL yang kunaiki waktu itu masih cukup lengang. Hingga akhirnya aku
turun di Stasiun Kalibata dan meneruskan perjalanan ke lokasi tes dengan
berjalan kaki.
Lokasi tesku
berada di Gedung Pusat Kemendesa. Waktu itu aku memang mendaftar untuk lowongan
Penyedia Bahan Publikasi di instansi Kemendesa PDTT dan berharap aku bisa
menjadi Aparatur Sipil di sana. Selesai ujian aku langsung Sholat Jum’at di
lingkungan gedung dan kemudian menemui seorang sepupu jauhku yang bekerja di
sana.
Mumpung
masih jam setengah dua, selesai ketemu sepupu jauhku aku menyempatkan diri
berkunjung ke rumah Oma dan Opa di Duren Sawit. Menjelang jam lima sore aku
baru beranjak dari rumah Oma dan Opa. Aku menuju stasiun keberangkatan Pasar
Senen dari stasiun yang paling dekat dari rumah Oma Opa, yaitu Stasiun Buaran.
Stasiun
Buaran hanya memiliki satu peron yang berbentuk pulau. Artinya peron itu berada
di tengah-tengah dua jalur yang berdekatan, yaitu jalur satu dan jalur dua.
Suasana Stasiun Buaran (Sumber: antaranews.com) |
Pada sore
hari, peron Stasiun Buaran tampak ramai oleh para penumpang yang baru pulang
kerja. Stasiun ini terletak di daerah pinggiran Jakarta, jadi kalau sore hari
memang lebih dipadati penumpang turun dari pada penumpang yang naik.
Sembari
menunggu kereta menuju Pasarsenen datang, aku mengisi waktu dengan melihat
kereta api lalu lalang. Tampak di jalur satu KRL dari arah pusat Jakarta
dipadati penumpang yang berdesak-desakan di dalam kereta. Sementara itu di
jalur empat kereta api dari luar kota berdatangan. Ada satu kereta luar kota bahkan
melewati jalur dua tepat di hadapanku. Padahal biasanya jalur ini khusus untuk
KRL dari arah Bekasi.
Sementara itu
orang-orang yang baru pulang kantor berjalan cepat ingin segera sampai rumah. Selama
aku mengamati mereka, hampir tak ada seorangpun mengenakan masker. Mereka yang
pakai masker biasanya perempuan dan itu bisa dihitung dengan jari. Sepertinya
mereka belum berpikir tentang adanya sebuah virus yang beberapa minggu kemudian
mempengaruhi hidup dan keseharian mereka.
KRL dari arah
Bekasi pada sore hari bisa dibilang jauh lebih sedikit dibandingkan dari arah pusat
Jakarta. Tapi itu cukup adil menurutku. Walaupun frekuensinya lebih banyak,
tapi toh KRL yang datang dari arah pusat Jakarta toh selalu dipadati penumpang
yang berdesakan di dalam gerbong. Sebaliknya, walau harus menunggu sampai
hampir setengah jam, KRL dari arah Bekasi yang kunaiki cukup lengang. Untuk menuju
Pasarsenen aku harus turun di Stasiun Jatinegara dulu untuk transit dengan KRL
lain.
Akhirnya aku
sampai Stasiun Pasarsenen sepuluh menit sebelum keretaku berangkat. Cukup
menegangkan juga karena aku harus berlari-lari melewati terowongan
penyeberangan di Stasiun Pasarsenen yang becek, mengembalikan tiket terusan
harianku ke loket, baru bisa masuk ke peron untuk keberangkatan kereta jarak
jauh. Tepat lima menit sebelum keberangkatan aku masuk ke dalam KA Senja Utama
yang akan mengantarku pulang ke Jogja. Rasanya lega juga karena telat sedikit
saja aku sudah ketinggalan. Tak lama kemudian, KA Senja Utama meninggalkan Stasiun
Pasarsenen untuk menempuh perjalanan malam menuju kotaku tercinta.
Keesokan harinya
pukul 3.30 dini hari aku sampai lagi di Jogja dan kembali berangkat kerja pada
pagi harinya. Hari-hari berjalan normal kembali. Sementara itu Virus Corona
telah menelan cukup banyak korban di Iran dan telah merambah ke negara tetangga
Indonesia seperti Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Beberapa minggu
kemudian, Jakarta ditetapkan menjadi pusat episentrum penyebaran Corona di
Indonesia. Jangan-jangan, waktu aku di Jakarta selama sehari itu, penularan
virus sudah terjadi di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar