![]() |
Plang larangan menambang pasir di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi |
Selama
ini lereng barat Gunung Merapi merupakan kawasan yang sering terdampak material
lahar dingin. Bahkan pada tahun 2011, lahar dingin merembet hingga Jalan
Magelang dan menyebabkan arus lalu lintas Jogja-Magelang lumpuh.
Namun
di luar itu, latar belakangku menjelajahi lereng barat Gunung Merapi murni
karena ingin melihat aktivitas penambang pasir di sana. Sekitar awal tahun 2022
lalu, aku membaca jurnal berdasarkan penelitian tahun 2019 tentang penambang
pasir anak-anak di kawasan Srumbung yang berada di lereng barat Gunung Merapi. Berikut
ini link dari jurnal yang aku baca:
Dari
sana aku berencana menyusun liputan khusus tentang penambang pasir anak-anak
Gunung Merapi. Tapi sebelum itu aku harus mengeceknya terlebih dahulu, apakah
benar hingga saat ini mereka masih ada?
Karena
keterbatasan waktu, aku memprioritaskan penelusuran di kawasan aliran Kali
Putih. Menurut jurnal yang aku baca, ada beberapa penambang anak-anak di
kawasan ini.
Dari
Jalan Magelang, aku berbelok ke arah kiri menuju pusat kecamatan Srumbung. Aliran
Kali Putih tepat berada di sebelah kiri jalan. Dari Jalan Magelang hingga ke
arah Gunung Merapi sejauh lima kilometer, aktivitas penambang pasir belum
terlihat di sungai. Namun di jalan sudah tak terhitung lagi berapa kali aku
berpapasan dengan truk-truk penambang yang turun dari atas.
Aku
terus mengendarai motor ke arah Gunung Merapi, tepatnya ke arah taman wisata
Jurang Jero. Selain ingin tahu tentang tempat wisata itu, aku berharap bisa
melihat aktivitas penambang pasir di sekitar sana.
![]() |
Berpapasan dengan banyaknya truk yang melintas dari arah berlawanan |
Awalnya
jalan yang kulewati beraspal mulus. Namun sekitar satu kilometer setelah
melewati Jembatan Ngepos, kondisi jalan berubah seratus delapan puluh derajat.
Tak ada aspal, semua permukaan jalan berbatu. Sementara dari arah yang berlawanan
truk-truk pengangkut pasir melintas tiada hentinya. Saat hendak berpapasan dan
ruang jalan cukup sempit, aku harus mencari ruas jalan yang cukup lebar dan
berhenti sejenak membiarkan truk-truk itu lewat.
Sopir-sopir
truk itu begitu ramah. Saat berhenti aku menyapa mereka satu per satu dan
merekapun membalas sapaanku.
Taman
Wisata Jurang Jero
![]() |
Gerbang Taman Wisata Jurang Jero |
Setelah
berjuang melewati jalan berbatu itu, akhirnya aku tiba di pintu gerbang taman
wisata alam Jurang Jero. Letaknya memang sedikit di utara menjauhi jalan utama
truk penambang pasir. Untuk masuk ke sana aku harus membayar retribusi sebesar Rp4.000.
Aku diperbolehkan untuk mengendarai motor di taman wisata ini.
Sejauh
pengamatanku, sebenarnya tak ada yang istimewa di taman wisata itu. Suasananya
begitu sepi dan saat aku berada di sana hanya ada satu rombongan anak SMA serta
beberapa muda-mudi yang mungkin sedang berpacaran. Aku tak tertarik mengetahui
lebih jauh kepentingan mereka.
![]() |
Tugu Elang |
Dua
titik spot yang aku kunjungi di taman wisata itu adalah tempat pelepasan elang
dan rumah segitiga. Di tempat pelepasan elang terdapat sebuah tugu patung
elang. Tugu elang itu baru diresmikan Presiden Jokowi pada tahun 2021 lalu. Pada
saat momen peresmian tugu itu, sepasang Burung Elang Jawa dilepas tepat di tugu
itu langsung oleh Presiden.
Lalu
tempat yang kedua adalah Rumah Segitiga. Rumah Segitiga adalah sebuah bangunan berbentuk
segitiga yang difungsikan sebagai tempat menginap. Ada tiga buah rumah segitiga
yang letaknya berdampingan. Halaman depan rumah itu sangat luas dan dari sana
Gunung Merapi dapat terlihat.
![]() |
Rumah Segitiga |
Sekembalinya
ke gerbang utama, aku mampir ke loket dan ngobrol dengan penjaganya. Aku
bertanya beberapa hal mulai dari keberadaan Elang Jawa di taman wisata itu
hingga soal penambang pasir anak.
Aku
mengajukan pertanyaan dengan santai dan mengalir agar tidak menimbulkan
kecurigaan kalau aku ini adalah seorang wartawan yang sedang menggali
informasi.
Tak
banyak informasi berharga yang aku peroleh dari penjaga loket itu. Dia pun
mengaku tak mengetahui tentang keberadaan penambang pasir anak.
Bertemu
Seorang Petualang
Hari
beranjak siang. Aku kemudian mampir ke sebuah rumah makan kecil yang berada di
depan pintu gerbang taman wisata itu. Di sana tampak ada sekitar lima orang pria
yang sedang nongkrong sambil bercengkrama ringan. Aku tak tahu apa yang mereka
omongkan. Lalu satu per satu dari mereka pergi untuk melanjutkan urusan
masing-masing. Aku sempat menanyai salah seorang bapak yang pergi paling
terakhir. Dari basa-basi singkat dia berkata kalau dia bekerja di salah satu
perusahaan tambang pasir. Ia enggan memberi tahu apa jabatannya di perusahaan
itu. Yang jelas dia mengaku bukan dari golongan penambang.
Mereka
semua pergi. Tapi ada salah seorang bapak-bapak yang datang setelahku masih berada
di sana. Di sela-sela menunggu nasi matang, aku mengajaknya bicara. Bermula
dari basa-basi ringan, dia mulai bercerita tentang perjalanannya menjelajahi
tempat-tempat yang indah namun masih tersembunyi. Mulai dari tempat-tempat di
lereng Merapi seperti Klangon dan Girpasang, lalu di lereng Merbabu seprti Tol
Kahyangan, kemudian sebuah tebing di tepi laut selatan tempat biasa orang
memancing yang masih sepi.
Bapak
itu kemudian menceritakan pengalamannya touring naik motor seorang diri sampai
Larantuka, NTT, selama sebulan penuh.
Sebelum
berpisah, aku sempat meminta nomor kontaknya, siapa tahu saja dia bisa memberi
tahuku tempat mana lagi yang indah namun masih belum banyak orang tahu di
sekitaran Jogja ini.
Aktivitas Penambang Pasir
![]() |
Jalan Bercor menuju lokasi tambang pasir |
Setelah
Salat Dhuhur, aku melanjutkan perjalanan ke arah utara. Di awal perjalanan,
ruas jalan yang aku lewati berupa cor semen yang hanya bisa dilewati dua buah motor.
Namun setelah melewati jalan bercor sejauh kira-kira satu kilometer, aku
kembali melewati jalan berbatu yang banyak truk melintas dari arah berlawanan. Truk-truk
itu melintas tiada henti. Setelah jalan cor itu habis, terdapat jalan ke arah
bawah yang biasa dilewati truk.
Kali
ini ruas jalan truk lebih lebar dari sebelumnya. Namun tetap saja, karena biasa
dilewati truk, aku menjadi tidak nyaman berkendara. Aku berhenti di sebuah
tanah lapang yang merupakan permukaan tepian dam. Di sana pemandangan Gunung
Merapi terlihat lebih jelas dibanding saat di halaman rumah segitiga walaupun
saat itu puncaknya tertutup awan. Setelah itu aku melanjutkan perjalanan lagi
ke arah utara.
Belum
sampai satu kilometer, seorang penambang pasir yang menggunakan motor bertanya
padaku hendak menuju ke mana. Aku balik bertanya, kalau lurus ke sana akan
menuju ke mana. Bapak itu bilang jalan itu mentok dan aku diminta untuk
berbalik arah. Aku menuruti permintaan bapak itu. Aku berbalik arah dan kembali
menuju ke gerbang taman wisata Jurang Jero.
![]() |
Banner besar di Jurang Jero |
Sebelum
kembali, aku mampir lagi ke tanah lapang permukaan tepian dam. Di sana ada
banner cukup besar yang bertuliskan “Paguyuban Merapi Hijau Bersama TNGM:
Nandur Bareng Masyarakat”. Kenyataannya kondisi di sana tak lagi hijau. Keberadaan
penambang-penambang itu beserta bilik-biliknya, serta banyaknya truk pasir yang
melintas membuat kondisi di kawasan itu sangat tandus. Entah apakah ini buruk
atau baik, yang jelas karena daerah yang tandus itu, jalan menuju puncak Merapi
terlihat seperti tak terhalang oleh apapun.
Dalam
perjalanan turun, aku sempat menemukan satu banner lagi yang bertuliskan
larangan untuk melakukan penambangan di sana beserta ancaman hukuman bagi yang
melanggar peraturan tersebut. Tapi berdasarkan temuan di lokasi, kondisi yang
tampak banyak sekali truk-truk penambang yang baknya penuh oleh muatan pasir.
Bincang-Bincang
dengan Camat Srumbung
Dalam
perjalanan pulang, aku menyempatkan mampir ke Kantor Camat Srumbung. Sebenarnya
di sana aku hendak menanyakan prosedur apa saja yang harus dipenuhi saat hendak
melakukan peliputan, terutama dalam hal ini terkait penambangan pasir di sana. Selain
itu aku hendak meminta kontak siapa saja orang yang bisa ditemui terkait
wawancara itu.
Tak
diduga-duga, di sana aku bertemu langsung dengan Camat Srumbung, Bapak Budi
Riyanto. Walaupun perbincangan itu tidak lama, tapi aku memperoleh cukup banyak
informasi dari Pak Budi.
![]() |
Camat Srumbung, Budi Riyanto |
Menurut
keterangan Pak Budi, para penambang pasir itu kebanyakan berasal dari luar
Srumbung. Bahkan pernah suatu hari ia bersama elemen lembaga lain menyidak
langsung aktivitas penambangan itu karena dianggap sudah terlalu merusak
lingkungan.
Pak
Budi bercerita, para penambang itu menambang area sungai yang di atas aliran
sungai itu ada pemukiman penduduk. Ia juga bercerita dulunya di lereng sebelah
barat Gunung Merapi ada sebuah gundukan tanah yang melindungi sebuah desa bernama
Bukit Pasir. Namun kini gundukan itu sudah tidak ada karena telah dibabat habis
oleh para penambang pasir. Menurutnya, dengan tidak adanya gundukan itu,
material dari puncak Merapi yang turun bersama air hujan dikhawatirkan bisa
langsung masuk ke area desa tersebut.
“Waktu
kami bareng-bareng ke sana bersama pihak Forkopincam dan pengelola Taman
Nasional Gunung Merapi, kami tidak bisa apa-apa. Kami lihat sendiri pohon-pohon
milik taman nasional ikut ambruk karena tanahnya digerus para penambang itu. Kita
hanya bisa menonton, mereka tinggal menambang,” kata Pak Budi.
Selain
itu Pak Budi juga bercerita soal truk-truk yang melintas di jalan raya yang
biasa dilalui warga. Ia mengatakan tiga hari lalu ada sebuah truk yang rodanya
lepas karena tak kuat menahan beban muatan. Roda yang terlepas itu
menggelinding dan mengenai seorang pengendara motor dan menyebabkan kakinya
patah.
Terkait
dengan keberadaan para penambang itu, Pak Budi mengaku tidak punya kewenangan
untuk melarang karena menurutnya itu kewenangan pemerintah provinsi. Selain itu
menurutnya, ada oknum-oknum yang cukup kuat di balik aktivitas penambangan
pasir itu. Namun Pak Budi tak mau menjelaskan lebih lanjut siapa oknum-oknum
tersebut.
Sedangkan
terkait penambang pasir anak di sana, Pak Budi mengaku belum pernah
mendengarnya.
Kurang lebih seperti itu ceritaku saat menjelajahi lereng barat Gunung Merapi, khususnya di Kecamatan Srumbung di sepanjang aliran Kali Putih. Sebenarnya masih banyak lagi area yang belum aku jelajahi, terutama di sepanjang aliran Kali Bebeng maupun di sepanjang aliran Kali Senowo yang masuk wilayah Kecamatan Dukun. Semoga ke depan aku punya kesempatan untuk menjelajahi tempat-tempat menarik lainnya di lereng Gunung Merapi :)
![]() | ||
Pemandangan Gunung Merapi dari halaman Rumah Segitiga
|
![]() |
Motor yang kugunakan dalam perjalanan ini |